Bandung
Bandung kembali mendahului kota lain sebagai pionir dalam memproduksi grup melodic punk ini. Mungkin bisa disepakati bahwa kemunculan melodic punk diawali dengan nama Rocket Rockers. Sebuah grup melodic punk yang merilis album mereka di tahun 2002, tahun di mana belum ada band yang merilis album dan konsisten melantunkan melodic punk di Indonesia.
Tapi, kalau kita rajin main ke Bandung, embrio melodic punk ini sudah ada sejak awal 1990-an. Saat itu muncul sebuah band bernama Sendal Jepit, yang lagu-lagunya setipe dengan Bad Religion atau NOFX.
"Kami enggak bisa dibilang pionir. Karena sebelumnya sudah ada Sendal Jepit dan saya adalah fans mereka," ujar Ucay, vokalis Rocket Rockers.
Baginya hanya perbedaan nasib saja yang membuat Rocket Rockers lebih muncul ketimbang pendahulunya. Pada kenyataannya, banyak pula band seangkatan Rocket Rockers yang baru belakangan muncul albumnya, seperti The Bahamas atau Nudist Island.
Selain band-band tersebut, Ucay yang juga bekerja di sebuah majalah indie, melihat tanda-tanda lain. Yaitu, banyaknya band-band SMU saat itu yang memainkan lagu-lagu dari band-band melodic punk luar, macam Blink 182. Itu tidak hanya terjadi di Bandung. Anak-anak SMU di Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan berbagai kota kecil lainnya sering mengumandangkan lagu-lagu Blink di studio latihan mereka. Bahkan, dalam sebuah audisi di Kota Bogor untuk sebuah acara musik indie, 70 persen dari peserta audisi adalah band beraliran melodic punk.
Sampai ke Yogya
Melodic punk jadi fenomena di peta musik lokal. Mulai merambah ke arah timur pulau Jawa. Tepatnya di Yogyakarta, yang kemudian memunculkan nama macam Endank Soekamti. Sebuah band yang berisi tiga anak kelahiran tahun 1980-an dan menyebut musik mereka secara becandaan sebagai "melodic soekamti".
Dari awal terbentuknya di tahun 2000, para personel band yang namanya diambil dari nama seorang cewek dan guru favorit mereka ini sudah terkontaminasi lagu-lagunya Blink 182. Tepatnya saat mereka ber-jam session (saat itu band belum terbentuk) di sebuah acara tahun baru.
Di atas panggung mereka sepakat untuk membawakan lagu-lagunya Blink 182. Maka, akhirnya seusai manggung, mereka pun memutuskan untuk membentuk sebuah band.
"Sebenarnya di Yogya banyak banget band punk sejenis. Kita bisa menemukan mereka di sekitaran Mirota Kampus (dekat UGM-Red)," ujar Erick, vokalis sekaligus basis di grup itu.
"Kami sendiri sebenarnya menyanyikan lagu cinta, lho. Tapi, enggak ada tuh kata-kata puitis nan manis. Apa adanya saja, malah cenderung kasar. Musiknya pun kasar, sesuai dengan jiwa kami yang kasar," terang Erick sambil tertawa.
Penjelasan Erick tadi merupakan definisi dari apa yang mereka sebut sebagai "melodic soekamti". Tapi, para personel band ini malah enggak pernah mengharamkan kata cinta di lirik-lirik mereka.
"Lha, gimana lagi? Itu kata-kata yang kami pakai untuk merayu cewek-cewek. Dan enggak ada penggantinya yang sempurna," kilah sang vokalis lagi.
Dari sekadar ingin menunjukkan bahwa orang kasar seperti mereka bisa beromantis ria juga, mereka pun menemukan konsep bermusik yang mereka sukai. Sama seperti Ucay dan Rocket Rockers-nya, Erick dan kawan-kawan memilih warna musik yang disebut orang sebagai melodic punk. Malah belakangan di Yogya sudah muncul komunitas penggemar warna musik ini, dengan menyebut komunitasnya sebagai "Jogja melodic".
Jakarta pun akhirnya mengeluarkan jagoan mereka, The Superglad. Empat cowok yang punya ritual "Jumat agung" (maksudnya latihan setiap Jumat di studio musik mereka sampai pagi) ini punya karakter musik yang setipe dengan Endank Soekamti.
Pada sebuah kesempatan, Lukman sang vokalis pernah bertutur, "Kali ini, gue memang pengin beda sama band gue terdahulu (Waiting Room- Red). Gue pengin bikin nada-nada yang memang mudah diterima."
Itulah yang membuat konsep bermusik The Superglad berbeda, walaupun semua personelnya juga eks-personel Waiting Room.
Lebih terbuka
Melodic punk ini sangat terbuka dalam perkembangannya, tidak mengharamkan masuknya unsur-unsur baru dalam bermusik. Sebagai contoh, kita bisa dengar dan rasakan perbedaan di album Blink 182 terbaru (titel: Blink 182).
"Kalau sampai album baru Blink 182 itu sama seperti album yang dulu, gue bakal kecewa banget," komentar Ucay sebelum membeli album terbaru Blink 182 tersebut.
"Tapi, ternyata mereka melakukan apa yang saya inginkan," sambung Ucay sambil tertawa lega.
Ucay bisa berkata seperti itu karena dia memang sedang berpikir keras untuk album kedua Rocket Rockers. Berusaha mencari hal-hal baru untuk lagu-lagunya agar tidak stuck dengan pola lama. Masalah diakui sebagai punk atau tidak, terserah saja. Begitulah melodic punk, terbuka menerima unsur baru.
Dengan mewabahnya melodic punk secara bersamaan di hampir banyak negara di seluruh dunia, membuat tren ini semakin sulit ditahan untuk membesar. Band-band baru "pendukung" gaya yang disepakati dimulai Blink 182 ini semakin banyak saja.
Seperti The Ataris, band yang namanya cukup besar di Amrik, tapi baru masuk ke pasar Indonesia belakangan ini. The Ataris memang sempat terjegal policy label karena dianggap enggak bakal laku di pasar Indonesia. Tapi, sekarang label rekamannya "latah" merilis album band tersebut, karena band-band sealiran yang lebih dulu dirilis di Indonesia, ternyata laris manis.
Kali ini mungkin derita teman yang curhat di e-mail pada awal tulisan tadi makin menjadi. Karena dengan semakin ngetrennya melodic punk, perdebatan ala rock alternatif atau hip-metal bisa jadi akan muncul kembali. Misalnya saja yang sekarang mulai muncul adalah: apakah melodic pantas menjadi bagian dari keluarga besar punk?
Semoga saja tidak terjadi adu debat berkepanjangan soal "sah atau tidak"-nya. Yang penting adalah semua bisa survive. Kita lihat saja nanti, apakah di tahun-tahun mendatang band-band tersebut akan tetap survive atau menghilang seiring dengan kemunculan tren musik yang baru.